Thursday, November 25, 2010

YUDISTIRA Adalah sosok Yang Bijaksana


Yudistira merupakan saudara para Pandawa yang paling tua. Ia merupakan penjelmaan dari Dewa Yama dan lahir dari Kunti. Sifatnya sangat bijaksana, tidak memiliki musuh, dan hampir tak pernah berdusta seumur hidupnya. Memiliki moral yang sangat tinggi dan suka mema’afkan serta suka mengampuni musuh yang sudah menyerah. Memiliki julukan Dhramasuta (putera Dharma), Ajathasatru (yang tidak memiliki musuh), dan Bhārata (keturunan Maharaja Bharata). Ia menjadi
seorang Maharaja dunia setelah perang akbar di Kurukshetra berakhir dan mengadakan upacara Aswamedha demi menyatukan kerajaan-kerajaan India Kuno agar berada di bawah pengaruhnya. Setelah pensiun, ia melakukan perjalanan suci ke gunung Himalaya bersama dengan saudara-saudaranya yang lain sebagai tujuan akhir kehidupan mereka. Setelah menempuh perjalanan panjang, ia mendapatkan surga.

Dibanding empat saudaranya, Yudhistira tampak paling lemah. Ia tak segagah Werkudara, tak se-trengginas Arjuna, dan tak secekatan Nakula-Sadewa. Kemampuan olah kanuragannya juga biasa-biasa saja. Hal itu berimbas pada impresi yang ditangkap khalayak atas sosok dan kepemimpinannya. Orang dengan gampang menilai sulung kesatria Pandawa ini tidak tegas, klemar-klemer,  lebih banyak berpikir ketimbang bertindak, lambat mengambil keputusan, plus gemar curhat kepada rakyat.

Tapi itu semua adalah impresi awal yang menipu. Sejatinya Yudhistira adalah sosok pemimpin yang bawa leksana, pemimpin yang tegas, tahu persis kapan berkata “tidak” dan kapan harus berkata “ya”. Bawa leksana dibangun dari kawicaksanaan, kebijaksanaan, serta ngerti sak durunge winarah, mampu untuk memandang setiap persoalan dari perspektif yang luas dan menyeluruh, sehingga bisa mengantisipasi dengan tepat. Bawa leksana juga dibangun dari kasantosan lahir dan batin. Kasantosaning lahir dibentuk dengan senantiasa menjaga kesehatan jasmani, kasantosaning bathin dilandasi oleh keluasan ilmu dan kemantapan rohani yang linuwih.

Yudhistira banyak meluangkan waktu untuk semedi. Intens berkontemplasi dan berkomunukasi dengan Hyang Tunggal, menangkap pesan langit untuk dibumikan sebagai dharma yang membawa kebajikan dan kemaslahatan rakyat. Dia adalah sosok yang jujur, seumur hidup tidak pernah berbohong. Itulah sebabnya Yudhistira adalah kesatria kesayangan dewa, dan berjuluk pula Puntadewa dan Dharmaputra.

Prioritas
Salah satu sisi paling menonjol dari kepemimpinan Yudhistira, adalah ambeg paramarta, tahu dan bisa menentukan prioritas, dan tahu serta bisa merumuskan langkah untuk mewujudkannya. Dalam manajemen modern ini merupakan langkah penting menuju keberhasilan. Seperti kata Borisoff dan Victor dalam Conflict Management, A Communication Skills Approach, menetapkan suatu prioritas tujuan yang jelas, akan memudahkan proses tercapainya tujuan itu, dan dapat mengeliminasi potensi konflik yang berkepanjangan.

Kocap kacarito. Muslihat klan Kurawa untuk membunuh Pandhawa melalui strategi culas di Bale Sigala-gala gagal total. Namun kelima kesatria Pandhawa dan Ibu Kunti memilih untuk tidak kembali ke Hastina guna merebut hak mereka. Mereka setuju dengan inisiatif Bisma yang memberi Pandhawa konsesi wilayah kerajaan baru. Tapi wilayah yang diberikan adalah alas Wanamarta, hutan belantara yang tidak pernah terjamah manusia.

Dengan kerja keras, hutan rimba itu berhasil disulap menjadi sebuah kerajaan yang diberi nama Amarta alias Indraprasta. Rakyat Hastina yang sejak mula mengakui kepemimpinan Yudhistira berbondong-bondong migrasi ke sini. Situasi ini mendorong Yudhistira untuk segera bertindak guna merumuskan langkah dan kebijakan untuk kepentingan rakyat.

Dalam pasewakan agung pertama, Yudhistira mendeklarasikan prioritas pembangunan tahap pertama Amarta, yaitu pangan yang cukup bagi rakyat. Prioritas ini harus dicapai at all cost, dan semua pejabat dan punggawa kerajaan harus satu visi untuk mewujudkannya.

Semua potensi dilibatkan secara adil dan proporsional. Bima misalnya, mendapat tugas menyediakan perlengkapan pertanian seperti alat bajak sawah, garu dan luku. Untuk urusan bibit unggul, Nakula yang ditugaskan mencari dan membudidayakan. Si bungsu Sadewa bertugas menyediakan rajakaya, unggas dan hewan ternak untuk pemenuhan gizi rakyat. Portofolio keamanan jatuh ke tangan Arjuna, sedangkan portofolio juru bicara dan juru penerangan ada di tangan Semar, sosok merakyat dan bisa berbicara dengan bahasa rakyat.

Prioritas yang tegas, program yang jelas, dan aparat yang bertanggung jawab, mengantarkan Amarta pada keberhasilan pembangunan tahap pertama. Pangan tersedia dalam jumlah yang memadai, gizi terpenuhi, dan keamanan terjamin. Rakyat pun antusias mendukung semua program kerajaan. Perlahan namun pasti Amarta bergerak menjadi kerajaan yang adil, makmur, aman, dan sentosa.

Perkembangan positif yang terus bergulir itu menyulut watak dasar Kurawa, yaitu iri dan dengki. Mereka tidak rela Amarta menjadi kerajaan besar. Maka Patih Sengkuni, perancang makar Bale Sigala-gala, kembali melancarkan akal liciknya. Ia menyewa Begawan Gembung Tanpa Sirah, satru alias penjahat nomor satu, untuk mengacau dan merusak Amarta, khususnya fasilitas pertanian, sawah, dan lumbung padi mereka. Dalam menjalankan aksi, Gembung mengerahkan Celeng Dumalung, Kura Upas, dan Tikus Jinada. Ketiga hama itu efektif untuk memporakporandakan tanaman pertanian, merusak kesuburan, dan menghancurkan padi di lumbung.

Yudhistira yang sudah mendeteksi potensi ancaman dari Kurawa, dengan tegas memerintahkan Arjuna untuk tidak berkompromi. Perintah yang tegas ini menyebabkan Arjuna mudah mengimplementasikannya. Bima dikerahkan untuk menghadapi Celeng Dumalung, Antasena menghadang Kura Upas, dan Antareja melawan Tikus Jinada. Gembung Tanpa Sirah dihadapi oleh Semar. Virus dan hama itu akhirnya bisa dienyahkan.

Indraprasta berkembang menjadi kerajaan besar yang disegani, dengan rakyat yang sejahtera. Banyak raja angkat topi dan hormat kepada Indraprasta, dan mengirim para punggawanya untuk belajar. Raja-raja itulah yang kemudian menobatkan Yudhistira sebagai Rajasuya alias raja diraja. Raja agung yang berhasil mewujudkan kebesaran bangsa, kehormatan negara, dan kemakmuran rakyat dengan landasan manajemen ambeg paramarta, dan landasan sikap jujur, adil, dan tegas.

Tidakkah ini teladan bersahaja untuk para pemimpin kita? Sumangga.



sumber : http://www.rmi.co.id
◄ Newer Post Older Post ►
 

Copyright 2011 Kisah dunia